Kamis, 27 Juni 2019

Sharing Pengalaman Pribadi bag.1

 


Karena Guru yang paling berkesan adalah pengalaman, dan pengalaman itu mengajarkan kita banyak hal yang paling mendasar adalah Proses, Kesabaran, dan Do’a.
Tanpa itu akan mustahil kita akan mendapatkan dorongan dan motivasi untuk terus berkembang dan menghargai tokoh-tokoh yang ada dibalik proses tersebut.

Sedikit share pengalaman, aku dulu tipikal orang yang sangat sering mengeluh dan menyesali langkahku yang tidak sesuai dengan ekspektasi sendiri, karena seringnya aku melangkah bukan karena pure keputusanku. Begitulah saat pemikiranku masih terbilang labil seorang remaja. Dulu saat aku menjelang lulus SMA, aku sangat awam untuk menentukan perguruan tinggi, bahkan aku tidak mengerti dan tidak pernah mendengar istilah akreditasi. Disisi lain aku sangat menyukai pelajaran komputer (terima kasih pak Doddi, telah mengenalkanku kepada dunia komputer, binary, dan programming) saat SMA, maka aku putuskan ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi yang ada jurusan komputernya. Saat itu belum boominghotspot dan free wifi disekitarku yang ada warnet (itupun belum terlalu banyak) dan harganya lumayan mahal. Darisanalah aku browsing seputar perguruan tinggi yang berhubungan dengan komputer dan aku langsung jatuh hati dengan STT (Sekolah Tinggi Teknologi) Telkom Bandung.
Setelah aku tahu tujuanku kemana, aku mulai banyak mencari informasi seputar jurusan apa saja yang ada disana, apa yang kira-kira sesuai dengan minatku, dan apa yang harus aku siapkan agar bisa melanjutkan pendidikanku di STT Telkom. Ketika semangatku masih sangat menggebu, saat itu orang tuaku sedang tidak ada dirumah. Papah seorang “Pelaut” jadi jarang sekali ada dirumah, dan saat itu Mamah sedang ada dirumah Nenek dan Kai (bhs bugis : Kakek) di Balikpapan, dan sahabat-sahabatku (Ema, Anis, Merinda) menginap dirumahku sembari belajar bersama (banyaknya sih bercanda dan ngobrol 😁) karena kita akan ikut TO (Try Out) STT Telkom di Tasikmalaya. Saat itu pendaftaran masih Rp. 50.000,- dan aku sengaja tidak jajan dan menyisihkan uang sakuku untuk pendaftaran itu. Aku tidak terlalu pintar dan bukan yang sangat menonjol juga di sekolah tapi khusus untuk pelajaran komputer aku sangat-sangat jatuh cinta. Aku sampai beli buku panduan agar bisa masuk di STT Telkom, tapi saat semangat juangku sedang tinggi-tingginya, orang tuaku khususnya Mamah tidak mengijinkan aku kuliah di Bandung, alasannya karena Mamah khawatir dengan pergaulan yang ada disana (maklum sejak kecil hingga dewasa aku tidak pernah kemana-mana, tidak tau tempat manapun, dan just stay at home. kerumah kawanpun tidak boleh, kalau mau main kawanlah yang disuruh kerumah.) walaupun sebenarnya yang namanya pergaulan tergantung pembawaan diri kita dan bagaimana kita mawas diri. Sejak saat itu semangatku menurun, usahaku untuk meraih apa yang aku inginkan tidak sejalan dengan restu orang tuaku.
Ketika aku sudah mempunyai tujuan dan apa yang aku inginkan, aku akan memperjuangkannya dan berusaha semampuku, tapi ketika tujuanku tidak tercapai aku akan kecewa yang berkepanjangan dan sulit move on. Tidak berhenti sampai disitu, kedua orang tuaku memberikan aku pilihan untuk tetap kuliah tapi dengan syarat kuliah di Purwokerto atau di Ciamis (tempat tinggalku). Saat itu aku sudah merasa bosan dari kecil hingga SMA di Ciamis, aku ingin tahu dunia luar dan ingin sekali memiliki kawan dari daerah lain dan aku memutuskan untuk kuliah di UNSOED (Universitas Jenderal Soedirman) Purwokerto mengikuti permintaan orang tuaku.
Perdebatan tentang perkuliahan belum selesai, ketika aku sudah mengambil keputusan kuliah disana aku pun memberikan syarat ingin mengambil jurusan komputer dan kebetulan di UNSOED baru saja pembukaan prodi (program studi) baru yaitu Teknik Informatika. Orang tuaku memberikan aku pandangan yang lain, mereka ingin aku kuliah di bagian kesehatan bahkan Papah sudah menyiapkan tabungan agar aku kuliah kedokteran bukan tanpa alasan, karena mereka melihat aku mampu mengambil jurusan itu. Tapi aku takut melihat darah, dan “katanya” di UNSOED bagi yang mengambil jurusan kesehatan para mahasiswinya harus menggunakan ROK sedangkan aku tidak pernah menggunakan pakaian seperti itu kecuali seragam sekolah. Aku memastikan kepada kedua orang tuaku bahwa jurusan yang aku ambil Insya Allah akan ada masa depannya, aku tidak akan sulit mendapatkan pekerjaan. Itu yang aku katakan kepada mereka dan perdebatan ini selesai, Papah memberikan aku support apa saja yang aku butuhkan untuk menunjang pendidikanku di jurusan yang aku inginkan.
Alhamdulillah aku jalani pilihan yang aku sukai dengan ridho kedua orang tuaku. Aku baru pertama kali merasakan jauh dari kedua orang tua dan rasanya sedih sekali, aku belum terbiasa dengan masakan jawa dan belum terbiasa jauh dari mereka dan ada dilingkungan baru tanpa mereka. Di awal kuliah aku terkena Typhus selama sebulan dan aku tidak dapat mengikuti UTS (Ujian Tengah Semester). Tahun pertama orang tuaku sering bolak-balik menjenguk aku di kostan, padahal aku satu kost dengan saudara sepupu dan teman-teman saat SMP dan SMA. Perjuanganku hanya seputar belajar dan beradaptasi, tapi perjuangan orang tuaku lebih dari itu.
Aku menjalani kehidupanku ditempat yang baru, lingkungan yang berbeda, bertemu dengan orang-orang baru, kebiasaan baru, semua yang pertama aku rasakan jauh dari orang tuaku, dan aku belajar banyak hal hingga aku belajar memutuskan sesuatu untuk diriku sendiri. Akupun bertemu dengan suamiku di universitas yang sama, prodi yang sama, tapi kadang kelas yang sama 😉. Perjuangan mahasiswa saat skripsi membuat mood seperti roller coaster, padahal judul skripsiku dan literaturnya sudah aku siapkan saat semester 5, dan diawal pengambilan TA (Tugas Akhir) aku sangat semangat (seperti biasa semangat yang menggebu-gebu) mengerjakan dan membuat rancangan dan mencari sebanyak-banyaknya literatur, dengan kekuranganku yang terlalu perfectionist dalam mengerjakan sesuatu yang membuat pekerjaanku terkesan lamban ditambah beberapa masalah pribadi diluar perkuliahan yang memenuhi pikiranku juga salah satu kekuranganku yang membuat semangatku semakin menurun dan drop akhirnya membuat semua kegiatanku stuck. Beruntung disaat aku mulai down, suamiku (yang saat itu adalah kekasih “walaupun dilarang agama, tapi saat itu kami belum mengenal hijrah dan belum terlalu paham aturan agama”) membantuku melanjutkan kebuntuan TA-ku memberikan semangat dan membangun motivasiku kembali, dan kakak iparku (kakaknya suami) yang selalu menganggap aku seperti adiknya sendiri selalu memberikan uang jajan dan memberikan sumbangsih untuk kebutuhan TA-ku saat itu, bahkan dosen pembimbingku Pak Medi yang begitu baiknya membantu founding and solvingproblem di sistemku. Ya Allah begitu banyaknya orang-orang yang sayang kepadaku. Hingga akhirnya semua kecemasan aku berakhir saat selesai sidang skripsi dan aku banyak-banyak mengucapkan hamdallah sebagai bentuk syukur atas perolehan nilai-nilai yang bukan hanya nilai di atas kertas tapi nilai-nilai kehidupan yang teramat berharga.
Akhirnya aku dapat mempersembahkan perjuanganku yang tidak seberapa ini kepada kedua orang tuaku yang perjuangannya 1000 kali lebih banyak dan lebih sulit dari apa yang aku alami dalam bentuk kertas ijazah S1 dengan gelar S.Kom. Semoga pencapaianku menjadi kenang-kenangan yang dapat membuat kedua orang tuaku, suami, dan mereka yang ada dibalik proses ini bangga terhadapku.
“Ya Allah, mudahkanlah langkahku dalam menempuh pendidikan ini dengan jujur agar Engkau Ridho dan memberikan keberkahan kepada kedua orang tuaku, agar ketika aku lulus dan bekerja dengan membawa ilmu yang aku peroleh menghasilkan ilmu yang bermanfaat dan rejeki yang halal dan berkah. Aamiin Ya Rabbal Alamiin” – EA
Itulah doa yang aku panjatkan ketika pertama kali aku memulai kehidupanku di perguruan tinggi.

Allhamdulillah wa syukurillah, Allah mudahkan langkahku dalam menyelesaikan pendidikanku. Ucapanku tahun 2008 silam yang mengatakan Insya Allah aku cepat dapat kerja di aminkan para malaikat hingga saat ini dan itu pun berkat doa restu kedua orang tuaku dan tahun ini ditambah doa restu suami dan kedua mertuaku. Ketika kita menginginkan sesuatu dalam hidup dan bila tidak sejalan dengan apa yang kita harapkan bukan berarti apa yang kita inginkan adalah keliru, bisa saja Allah arahkan seperti itu agar kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ketika apa yang kita inginkan tidak diberikan secara mudah bahkan tidak jarang sampai tidak terwujud bukan berarti keinginan kita berlebihan dan mustahil, bisa saja Allah mengarahkan kita agar kita lebih lagi dalam berikhtiar dan berdo’a. Semua itu tidak mungkin bila tidak ada alasan dan maksud dari Allah SWT sang pencipta. Saat itu terjadi dan saat pemikiran itu ada dalam benakku, mungkin ego yang memenuhi isi kepalaku hingga aku negative thingking dan mengeluh kepada sang pencipta, namun saat tiba saatnya Allah bukakan pemikiran kepadaku sedikitnya aku mulai paham kenapa Allah menuntun kedua orang tuaku untuk memberikan aku pilihan dan Allah menuntunku untuk bisa menuntaskan apa yang sudah aku mulai walaupun dalam prosesnya tidaklah mudah. Sekali lagi proses itulah yang membuat perjalanan kita lebih bermakna menjadikan pengalaman hidup yang tidak akan pernah terlupakan dan inilah cara Allah mendidiku dan mempertemukan aku dengan mereka semua. Aku panjatkan doa bagi setiap mereka semua yang ada dalam setiap proses kehidupanku, agar Allah berikan keberkahan dan kebaikan di dunia dan akhirat aamiin.
Semoga ada hikmah yang dapat diambil dari sepenggal kisah hidup dan pengalamanku ini. Bila banyak keburukan dalam hidupku mohon maafkan dan do’akan aku agar mendapat hidayah-Nya.
Semoga Allah selalu melindungi dan meridhoi setiap langkah kita. Aamiin